Keterlibatan keluarga (orangtua) dalam pendidikan anak adalah salah satu kunci
keberhasilan anak di sekolah. Sayangnya, banyak orangtua tidak menyadari peran mereka
dalam fase perkembangan anak.
“Anakkonhi
do Hamoraon di Ahu”/ Anakkulah harta kekayaan bagiku” begitulah lirik lagu
batak yang diciptakan Nahum Situmorang di tahun 1950-an yang hingga saat ini
masih lagu favorit di kalangan suku batak. Lagu
ini mengimplikasikan bahwa anak adalah
rejeki dan pendidikan anak merupakan hal yang paling utama di atas
segalanya. Tidak perlu beli baju baru, mainan atau perhiasan yang penting anak
bisa sekolah setinggi-tingginya. Sebuah filosofi yang dimiliki orangtua
di suku batak tentang anak, tertuang
lirik demi lirik dalam lagu tersebut. Anak begitu penting dan berharga bagi
keluarga. Tidak hanya di suku batak, jika
disimpulkan dari berbagai berita, cerita, media, dan bahkan perfilman juga mengindikasikan
bahwa setiap keluarga dibumi ini juga berparadigma yang sama; anak adalah harta
yang paling berharga. Masa depan anak adalah prioritas utama cita-cita sebuah keluarga.
Pendidikan
adalah salah faktor utama yang mempengaruhi masa masa depan anak. Seorang ayah
ataupun ibu akan melakukan banyak kesibukan untuk memenuhi biaya pendidikan
anak. Orangtua berlomba untuk menyekolahkan anak mereka di lembaga pendidikan
terbaik (formal ataupun non-formal),
walaupun dengan harga yang mahal. Alhasil, kesibukan tersebut membuat orangtua hampir
tidak memilki waktu untuk bersama dengan anak-anak. Mereka masih beranggapan
bahwa pendidikan anak “hanya” tanggung jawab dari lembaga pendidikan terkait. Kondisi
seperti ini yang sering menjadi kendala di sebuah lembaga pendidikan formal ataupun
non-formal dalam mendidik anak. Komunikasi antara pihak sekolah dengan keluarga
(orangtua) tentang kondisi anak
disekolah dan ataupun dirumah tidak terjalin dengan baik . Sementara, latar belakang keluarga akan mempengaruhi
karakter dan pendidikan anak disekolah.
Sesuai
dengan kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah, strategi pendidikan dalam
mendidik anak sudah dirancang sedemikian rupa supaya anak didik memperoleh
pendidikan yang terbaik. Beberapa sekolah yang berbasis keagamaan juga menyelenggarakan
kurikulum tambahan untuk terciptanya proses pendidikan yang maksimal terhadap
anak didik. Namun, bagi sebagian siswa hasil pendidikan dari berbagai strategi
pendidikan yang diterapkan belum memberikan hasil yang maksimal. Hal ini
menggambarkan bahwa sangat perlunya peranan keluarga dalam membantu
penyelenggaraan proses pendidikan anak di sekolah. Karena bagaimana pun, waktu
anak tetap lebih banyak bersama keluarga dan privasi seorang anak lebih banyak diketahui oleh pihak keluarga. Dalam
artikel ini, Penulis mengutarakan peranan-peranan keluarga dan penguatannya
untuk terciptanya pendidikan anak yang maksimal.
1. Memilih
sekolah yang tepat untuk anak
Memilih lembaga pendidikan yang
tepat untuk bersekolah salah satu faktor penting dalam mensukseskan pendidikan
anak. Sekolah swasta atau negeri,
menengah atas atau kejuruan, sekolah yang berbasis agama, sampai kepada besaran
SPP ( Sumbangan Pembinaan Pendidikan). Orangtua harus mempertimbangkan kondisi
sosial-ekonomi keluarga dengan pemilihan lembaga pendidikan untuk anak. Kehidupan
sosial anak dari keluarga sederhana bisa saja kurang baik, ketika bersekolah di
sebuah lembaga pendidikan yang rata-rata anak didiknya dari kalangan keluarga
menengah keatas.
2.
Menghindarkan anak dari kebiasan keluarga yang kurang baik.
Dalam
sebuah keluarga mungkin ada kebiasaan kurang terpuji ; orangtua berantam
(kekerasan dalam rumah tangga), orangtua mempunyai kebiasaan mabuk dan lain
sebagainya. Teruma ketika anak masih SD dan SMP, kebiasan-kebiasan seperti ini
sangat mempengaruhi psikologis anak. Untuk itu, orangtua yang mempunyai
kelakuan yang kurang baik untuk dihindarkan dari anak.
3. Membiasakan
anak untuk melakukan hal-hal kecil yang positif
Melakukan
hal kecil yang positif tentu akan sangat
berpengaruh ketika anak sudah berhadapan dengan hal yang besar. Membuang sampah
pada tempatnya; menyapa dan salaman ketika berpisah dan bertemu orangtua
sehingga anak terbiasa hormat kepada orang yang lebih tua; mandi, makan,
bermain , belajar pada waktunya; dan rajin beribadah. Kebiasan-kebiasan ini
akan mengisi waktu anak dengan hal yang baik dan akan terbiasa dengan kebaikan.
Disekolah, kebiasaan itu secara tidak
sengaja akan dilakukan oleh anak dengan sendirinya.
Ketika
saya SD, pada suatu hari minggu, orangtua saya melarang saya pergi ke gereja.
Besok harinya saya dihukum guru disekolah karena tidak bisa memberikan alasan
kepada guru. Saya takut memberitahu alasan yang sebenarnya. Dalam hal ini,
orangtua seharusnya membantu guru disekolah dalam pembinaan moral anak melalui
“taat ibadah”. Terkadang orangtua tidak menyadari perbuatan seperti ini akan
berpengaruh negatif terhadap anak.
Psikologis anak juga terganggu ketika takut jujur kepada guru.
4.
Memperhatikan kebiasaan dan perubahan anak.
Pada
umumnya, anak bisa paling dekat kepada
orangtua, lebih terbuka, bahkan bisa juga yang paling ditakuti. Kehidupan
pribadi anak bisa saja diketahui orangtua karena diberitahu (curhat) anak atau bahkan tidak ketahui
sama sekali. Orangtua seharusnya tahu
tentang apapun dalam diri anak, memperhatikan sedetail mungkin perubahan yang
terjadi pada anak. Perubahan-perubahan anak meliputi; biologis, sikap, kebiasaan,
aktivitas dan kehidupan sosialnya. Kehidupan anak bisa berubah kapan saja dan
berbeda untuk setiap anak. Emosional anak biasanya cenderung labil sehingga sangat
sensitif dengan perubahan dan pengaruh faktor tertentu. Oleh karena itu, peran
keluarga (orangtua) dan ataupun pihak sekolah sangat diperlukan untuk
mengarahkan anak.
5. Komunikasi
yang baik dengan sekolah
Anak bisa saja memiliki perilaku dan
kebiasaan yang berbeda dihadapan orangtua dan dihadapan orang lain seperti
halnya di sekolah. Orangtua harus tetap memiliki komunikasi dengan pihak
sekolah dalam frekuensi tertentu sehingga orangtua dan pihak sekolah memiliki
pemahaman yang sama tentang anak. Orangtua dan pihak sekolah bisa saling
membantu dan ataupun saling melengkapi untuk mendidik anak.
6. Motivator
bagi anak
Orangtua
harus bisa menjadi motivator bagi anak. Salah satu alasan orang berusaha
menjadi sukses adalah supaya bisa menjadi teladan bagi keturunannya. Namun,
ukuran kata ‘sukses’ bagi setiap orang bisa berbeda. Jika anak belum memandang
orangtua adalah orang sukses, banyak hal yang bisa menjadi bahan motivasi bagi
anak. Orangtua bisa menceritakan cita-cita yang tertunda, menceritakan keluarga
ataupun kawan yang sudah berhasil dalam hidupnya.
Semoga bermanfaat, ( Wiro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar