Tulisan ini tentang curhatan seorang mahasiswa
Megister ITB. Kala itu, kita lagi duduk sambil mengopi di dekat sebuah
per-empatan jalan raya ( lampu merah)
di kota Bandung. Alhasil, keberadaan lampu merah tersebut sangat mengusik
kejiwaan teman saya ini, Agus. Sehingga dia terpaksa curhat. Curhatannya sih
gak bagus-bagus amat, tapi seru untuk dinikmati, apalagi kalau sambil ngopi….chek
it out…..
Saat aku
duduk d persimpangan jalan lampu merah. Aku memperhatikan betapa mereka sibuk
sekali kian kemari bahkan waktupun seakan ingin mereka kuasai, tak peduli rambu
yang ada. Sayang terkadang itu hanya sekedar rambu. Apakah kita butuh jalan
yang lebih besar?, menurutq bukan solusi juga. Apakah kita butuh aturan yg
lalulintas yang lebih ganas? Menurutq tidak juga . Apakah kita harus
menyalahkan pemerintah? , menurutq juga tidak. Apakah kita tidak usa kesana
kemari?, menurutq juga tidak. Sekedar guyonan muncul tiba2... kita butuh
lebaran untuk membuat macet berkurang .. hehehe.
Tapi saat
yang sama brexit (brebes exit) memberi info yang tak sedap didengar telinga, 12
org meninggal karena macet. Lantas siapa yang salah? Apa masalahnya? Bagaimana
solusinya? . Itu tantangan generasi sekarang ini.
Bandung
sebagai kota besar terkenal dengan kampusnya yang ternama, semua orang tahu
bahwa tidak sembarang orang bisa masuk dan kuliah disana. Bangga bukan??? jadi
mahasiswa kampus tersebut.
Seorang
bapa perna bertanya kepada saya, tidak tahu apakah itu sindiran atau guyonan
(tanpa tahu status saya sebelumnya) "apa solusi macet, siapa yang
bertanggung jawab, mana sudah kampus tersebut dengan insinyurnya yang luar
biasa". Wah .. jelas saja hal ini mengganggu pikiranq. Seorang teman
mencoba menjawab dengan sedikit guyonan " iya juga pa, meskipun saya
mahasiswa di sana, masing2 punya tugas termasuk menyelesaikan masalah
macet". Setelah panjang lebar cerita membahas masalah itu. Kami sampai
pasa satu kesimpulan sederhana "dibutuhkan revolusi"
Banyak
org yang mengatakan bahwa macet itu penyakit lama yang sebenarnya sudah dengan
jelas diketahui penyebabnya.. hehehe. Saya pikir hal itu ada benarnya
juga ya. Nah langkah selanjutnya adalah "problem solving" minjem
bahasa Habibi Ainun 2.
Apa bedanya kita dengan negara lain, atau saya
masih kurang info tetang tragedi memiluhkan jalan tol. Oh iya ... ditambah lagi
konfoi motor gede ( bahasa gaulnya) yang lebih banyak meresahkan kita, terobos
lampu merah tapi ada yang menarik dan sangat menarik sampai2 dibahas di DPR.
Polisi
lalulintas sebagai orang kepercayaan kita ternyata tunduk dengan ulah motor
gede. Ada apa ya?? Isunya sih katanya ada bos2 mereka disana dan bayaran
pengawalnnya gede juga. Hehehe. Sungguh terlalu memiluhkan. Hahahhaa.
Belum lagi jika pemimpin daerah melewati jalan raya, pengawalan ketat, sirene
polantas yang dari jauh sudah terdengar. Sebenarnya itu tidak jadi soal,
masalahnya adalah uu khusus yang membolehkan patroli tau konvoi tersebut
menerobos lampu merah. Hehehe. Jika itu situasi genting pengemispun tahulah ya.
Tapi bagaimana dengan yang biasa saja seperti , perjalanan menuju bandara,
undangan di daerah tertentu. Padahal saat mereka lambatpun ada yang tidak
merasa bersalah tapi selalu mengaharapkan penghormatan karena tamu penting
katanya .. saya jadi berpikir jika demikian adanya kenapa harus nerobos lampu
merah. Hehehe. Kembali ke pokok bahasan, anggap saja itu intermeso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar