3.03.2012

Kerja Enzim


BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang Masalah
Dalam Kehidupan sehari-hari  ,banyak kegiatan yang kita lakukan yang  berkaitan  tentang praktikum kimia fisika yang sudah kami pelajari.Terdapat beberapa aplikasi dari kinetika reaksi kimia,yang berhubungan dengan laju reaksi atau termodinamika.. Penerapan konsep laju reaksi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan faktor- faktor yang memengaruhi laju. Dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi lajunya, suatu reaksi dapat dikontrol. Reaksi-reaksi yang bermanfaat dapat dipercepat untuk memberikan hasil yang diinginkan. Contohnya adalah kayu bakar dipotong kecil-kecil hingga mudah terbakar. Proses pematangan buah dapat dipercepat dengan menambahkan gas asetilena yang dihasilkan dari reaksi karbit dengan air. Proses memasak akan lebih cepat jika api dibesarkan. Reaksi-reaksi yang merugikan dapat di perlambat sehingga lebih awet. Contohnya adalah reaksi perkaratan dan pembusukan. Reaksi perkaratan dapat dihambat dengan cara pengecatan. Sementara itu, reaksi pembusukan dapat diperlambat dengan cara menyimpan dalam keadaan dingin.Penggunaan katalis dalam bidang industri.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
·         Sebagai penyelesaian  tugas  praktikum kimia fisika
·         Sebagai bahan refrensi  atau bahan kajian para mahasiswa mengenai aplikasi kinetika reaksi  kimia
Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan makalah ini, penulis secara umum mendapatkan bahan tulisan dari berbagai referensi, baik dari tinjauan kepustakaan dan sumber media internet seperti jurnal.
Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai aplikasi atau penerapan kinetika reaksi kimia  dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
ISI


Dalam kehidupan sehari-hari,beberapa kegiatan yang  kita lakukan berhubungan dengan aplikasi dari ilmu kimia fisika. Di bawah ini disajikan beberapa peranannya,yaitu

1.      PERANAN DALAM KERJA ENZIM

Enzim yang terdapat di dalam tubuh berfungsi untuk mempercepat proses metabolisme. Enzim juga menyebabkan metabolisme berlangsung dalam suhu rendah.Enzim bekerja sangat spesifik hanya pada reaksi-reaksi tertentu. Zat dipercepat reaksinya dinamakan subtrat yang akan bereaksi dengan enzim menghasilkan produk. Pada akhir reaksi, enzim akan kembali terbentuk seperti semula. Penguraian nasi menjadi glukosa-glukosa merupakan salah satu reaksi yang melibatkan enzim. Reaksi penguraian nasi berlangsung lambat dan membutuhkan suhu tinggi jika dilakukan di luar tubuh atau di laboratorium. Namun, jika dilakukan di dalam tubuh, maka prosesnya berlangsung cepat dan dengan suhu rendah karena enzim berfungsi sebagai katalisdalam proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya menurunkanΔG:
  • Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)

Stabilisasi keadaan transisi

Pemahaman asal usul penurunan ΔG memerlukan pengetahuan bagaimana enzim dapat menghasilkan keadaan transisi reaksi yang lebih stabil dibandingkan dengan stabilitas keadaan transisi reaksi tanpa katalis. Cara yang paling efektif untuk mencapai stabilisasi yang besar adalah menggunakan efek elektrostatik, terutama pada lingkungan yang relatif polar yang diorientasikan ke distribusi muatan keadaan transisi. Lingkungan seperti ini tidak ada dapat ditemukan pada reaksi tanpa katalis di air.



TERMODINAMIKA
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/fe/Carbonic_anhydrase_reaction_in_tissue.svg/300px-Carbonic_anhydrase_reaction_in_tissue.svg.png
Tahapan-tahapan energi pada reaksi kimia. Substrat memerlukan energi yang banyak untuk mencapai keadaan transisi, yang akan kemudian berubah menjadi produk. Enzim menstabilisasi keadaan transisi, menurunkan energi yang diperlukan untuk menjadi produk.
Sebagai katalis, enzim tidak mengubah posisi kesetimbangan reaksi kimia. Biasanya reaksi akan berjalan ke arah yang sama dengan reaksi tanpa katalis. Perbedaannya adalah, reaksi enzimatik berjalan lebih cepat. Namun, tanpa keberadaan enzim, reaksi samping yang memungkinkan dapat terjadi dan menghasilkan produk yang berbeda.
Lebih lanjut, enzim dapat menggabungkan dua atau lebih reaksi, sehingga reaksi yang difavoritkan secara termodinamik dapat digunakan untuk mendorong reaksi yang tidak difavoritkan secara termodinamik. Sebagai contoh, hidrolsis ATP sering kali menggunakan reaksi kimia lainnya untuk mendorong reaksi.
Enzim mengatalisasi reaksi maju dan balik secara seimbang. Enzim tidak mengubah kesetimbangan reaksi itu sendiri, namun hanya mempercepat reaksi saja. Sebagai contoh, karbonat anhidrase mengatalisasi reaksinya ke dua arah bergantung pada konsentrasi reaktan.
\mathrm{CO_2 + H_2O \xrightarrow{Karbonat\ anhidrase}
H_2CO_3}(dalam jaringan tubuh; konsentrasi CO2 yang tinggi)
\mathrm{H_2CO_3 \xrightarrow{Karbonat\ anhidrase}
CO_2 + H_2O}(pada paru-paru; konsentrasi CO2 yang rendah)
Walaupun demikian, jika kesetimbangan tersebut sangat memfavoritkan satu arah reaksi, yakni reaksi yang sangat eksergonik, reaksi itu akan menjadi ireversible. Pada kondisi demikian, enzim akan hanya mengatalisasi reaksi yang diijinkan secara termodinamik.

Kinetika

 Kinetika enzim

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/9/96/Simple_mechanism.svg/300px-Simple_mechanism.svg.png
Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P).Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari asai enzim.
Pada tahun 1902, Victor Henri, mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif, namun data eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sørensen menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909, kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten, mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini kemudian dikenal dengan nama Kinetika Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika Michaelis-Menten). Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J. B. S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara meluas sampai sekarang .
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi reaksi kimia dan melepaskan produk.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/99/Michaelis-Menten_saturation_curve_of_an_enzyme_reaction.svg/300px-Michaelis-Menten_saturation_curve_of_an_enzyme_reaction.svg.png

Kurva kejenuhan suatu reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat (S) dengan kelajuan (v).
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina 5'-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik. Laju reaksi bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping.
Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif per detik.
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh Km. Ia juga disebut sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya sekitar 108 sampai 109 (M-1/s). Pada titik ini, setiap penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju pembentukan produk tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut secara katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna.
2.      PERANAN DALAM STUDI KINETIKA REAKSI EPOKSIIDA MINYAK ATSIRI 
            Reaksi epoksidasi menghasilkan trigliserida terepoksidasi yang mempunyai peran penting dalam industri plastik dan bahan aditif untuk polivinil klorida (PVC). Selama ini, bahan baku yang digunakan merupakan bahan berbasis minyak bumi. Penggunaan bahan baku ini dapat menimbulkan dampak negatif. Berdasarkan alasan-alasan di atas, mulai dicari bahan baku alternatif yang dapat diperbaru. Salah satunya adalah minyak nabati sehingga penelitian ini pun ditekankan pada reaksi epoksidasi minyak nabati.  Minyak nabati yang digunakan adalah minyak sawit
 Pada penelitian ini akan dipelajari mengenai pengaruh waktu dan suhu reaksi terhadap jumlah bilangan epoksida, dan menentukan parameter kinetika reaksi. Reaksi epoksidasi adalah reaksi oksidasi ikatan rangkap dalam minyak oleh oksigen aktif membentuk senyawa epoksida. Epoksida minyak dapat digunakan secara langsung sebagai pemlastis yang sesuai untuk polivinil klorida (PVC) dan sebagai penstabil resin PVC untuk meningkatkan fleksibilitas, elastisitas, kekuatan dan untuk mempertahankan stabilitas polimer terhadap perpindahan panas Penelitian ini dipandang perlu karena dapat memberikan informasi tentang pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap jumlah senyawa epoksida yang dihasilkan, konstanta kecepatan reaksi (k), tetapan frekuensi tumbukan (A), dan energi aktivasi (Ea).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu dan suhu reaksi terhadap persentase bilangan epoksida dan pengaruh suhu reaksi terhadap parameter kinetika reaksi..
Bahan dan Metode Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak, asam format, hidrogen peroksida, benzena, aquadest dan reagen-reagen untuk analisa bilangan iod antara lain kalium iodide, karbon tetraklorida, natrium tiosulfat, larutan Wijs, dan indikator amilum.
Sebelum menjalankan penelitian, dilakukan analisa bilangan iod pada bahan baku minyak. Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan 100 ml minyak, 50 ml asam format, dan 250 ml benzene di dalam labu leher tiga. 100 ml hidrogen peroksida ditambahkan tetes demi tetes ke dalam labu setelah kondisi operasi tercapai. Pengadukan menggunakan magnetic stirrer dilakukan saat penambahan hidrogen peroksida. Reaksi epoksidasi ini merupakan reaksi eksotermis dan diinginkan kondisi isoternal sehingga selama waktu reaksi, suhu operasi terus dipertahankan dengan menambah air pemanas maupun air pendingin. Setelah waktu reaksi tercapai, hasil reaksi yang terdiri dari dua lapisan (minyak dan solvent) dipisahkan. Minyak hasil pemisahan ini kemudian didistilasi untuk mengambil solvent yang terlarut dalam minyak. Kemudian dilakukan pengecekan pH terhadap minyak hasil distilasi. Minyak tersebut selanjutnya dicuci menggunakan aquadest panas sebanyak dua kali pada tiap sampel selama 15 menit untuk menghilangkan sisa asam. Minyak dan aquadest pencuci dipisahkan dengan corong pemisah lalu minyak tersebut dianalisa kadar epoksidanya.



Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Jumlah Bilangan Epoksida (% epoksida) pada Suhu 30oC, 40oC,dan 50oC .Secara teori, epoksidasi minyak sawit menghasilkan senyawa epoksida yang ditandai dengan kenaikan bilangan epoksidanya. Dengan membuat plot grafik hubungan persen epoksida sebagai fungsi waktu reaksi, akan terlihat pengaruh waktu terhadap bilangan epoksida produk.

Gambar  Persen (%) epoksida sebagai fungsi dari waktu reaksi

Dari gambar  dapat diketahui bahwa pada suhu 30oC,40oC, dan 50oC secara umum semakin lama waktu reaksi, persentase epoksida yang terbentuk cenderung semakin besar. Hal ini dapat dilihat terutama pada kondisi suhu 30oC dan 40oC variabel waktu 1,2, dan 3 jam. Hal ini disebabkan semakin lama waktu reaksi maka kesempatan molekul-molekul zat pereaksi untuk saling bertumbukan semakin luas, disamping itu ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak sawit semakin banyak mengalami oksidasi pembukaan ikatan rangkap oleh asam peroksiformat. Keberadaan benzene dalam reaksi juga akan meminimalkan pembukaan cincin oksiran/epoksida, sehingga senyawa epoksida yang terbentuk lebih banyak.
Berbeda untuk variabel waktu 4 jam, dimana epoksida yang terbentuk cenderung mengalami penurunan sedangkan pada suhu 50oC, semakin lama waktu reaksi, persentase epoksida yang terbentuk cenderung semakin besar, namun setelah 2 jam reaksi peningkatan bilangan epoksida tidak terlalu signifikan atau cenderung konstan. Hal ini dapat disebabkan karena penelitian ini dilakukan dengan proses batch-paralel, yang artinya bahan baku yang digunakan untuk masing-masing variabel merupakan bahan baku baru sehingga ada kemungkinan bahwa jumlah ikatan rangkap di tiap bahan baku berbeda. Perbedaan jumlah ikatan rangkap ini disebabkan oleh ikatan rangkap di dalam minyak jumlahnya bervariasi (terdapat di dalam range tertentu).
Minyak yang digunakan sebagai bahan baku variabel 50oC mungkin memiliki ikatan rangkap yang lebih sedikit dibanding dengan minyak pada variabel lainnya, hal ini akan menyebabkan pembentukan senyawa epoksida pada variabel 50oC akan lebih cepat mengalami kesetimbangan dibanding dua variabel lainnya yang ditandai dengan konstannya jumlah bilangan epoksida.
Dari grafik juga dapat dilihat bahwa jumlah epoksida yang dihasikan pada variabel 30oC lebih besar dari pada epoksida pada 40oC dan 50oC. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi pembentukan asam peroksiformat merupakan reaksi reversibel dan eksotermis, sehingga pembentukan asam peroksiformat tidak dapat sempurna karena akan selalu ada asam peroksiformat yang kembali menjadi asam format dan hidrogen peroksida serta apabila suhu reaksi dinaikkan maka konversi pembentukan asam peroksiformat akan berkurang. Berkurangnya konversi asam peroksiformat tentu akan mempengaruhi (mengurangi) oksidasi ikatan rangkap minyak dan berakibat pada jumlah senyawa epoksida yang dihasilkan.

Menentukan Parameter Kinetika Konstanta Kecepatan Reaksi (k)
Pada penelitian ini, kinetika reaksi didasarkan pada kecepatan terbentuknya epoksi yang dinyatakan dalam % oksiran. Nilai konstanta kecepatan reaksi dapat dihitung melalui persamaan:
ln[(H2O2)o – (Ep)] = -k1 . (HCOOH)o . t + ln (H2O2)o
Kemudian dari persamaan ini dapat dibuat grafik :
Gambar Hubungan waktu reaksi dengan ln ((H2O2)o-(Ep)) untuk epoksidasi minyak sawit menggunakan asam peroksiformat dengan keberadaan benzene .Dengan pendekatan least square, dapat dihitung nilai konstanta kecepatan reaksi pada masing-masing variabel suhu, hasilnya adalah pada suhu 30oC adalah sebesar 1,523864 x 10-4 l/mol detik, pada suhu 40oC sebesar 1,01755 x 10-5 l/mol detik, dan pada suhu 50oC sebesar 3,353358 x 10-4 l/mol detik.

Menghitung Nilai Faktor Frekuensi Tumbukan (A) dan Energi Aktivasi (Ea)
Dari data konstanta kecepatan reaksi, dapat dihitung nilai A dan Ea berdasarkan persamaan Arrhenius.
k = A e –E/RT
Persamaan ini dilinierisasi menjadi :
ln k = ln A – E/RT
dari perhitungan didapat nilai A = 6,51 l/mol det dan nilai Ea = 29,391 kJ/mol.

 Kesimpulan

Secara umum semakin lama waktu reaksi, persentase epoksida yang terbentuk pada suhu 30oC,40oC, dan 50oC cenderung semakin besar. Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) untuk suhu 50oC sebesar 3,353358 x 10-4 l/mol detik, pada suhu 40 sebesar 1,01755 x 10-5 l/mol detik, dan pada suhu 30oC sebesar 1,523864 x 10-4 l/mol detik.
3.      Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak

Kebutuhan bahan bakar untuk mesin disel di Indonesia tiap tahunnya semakin meningkat seiring denganpertambahan jumlah mesin industri dan jumlah kendaraan bermesin disel. Dengan semakin terbatasnya cadangan minyak bumi, maka perlu dicari alternatif sumber energi baru. Saat ini mulai dikembangkan penggunaan metal ester yang diperoleh dari minyak nabati (biodisel) sebagai sumber energi alternatif. Penggunaan biodisel pada mesin disel dapat mengurangi emisi hidrokarbon tak terbakar, karbon monooksida, sulfat, hidrokarbon polisiklis
aromatik, nitrat hidrokarbon polisiklis aromatik dan partikel padatan. Minyak nabati yang sedang dikembangkan sekarang adalah CPO, tidak dapat digunakan langsung pada mesin karena viskositasnya yang tinggi. Reaksi transesterifikasi pada CPO dapat memecah rantai trigliseridamenjadi lebih pendek dengan  menggunakan katalis asam atau basa.

Ada 3 tahapan reaksi transesterifikasi, yaitu pembentukan produk antara digliserida dan monogliserida(MG) yang akhirnya membentuk 3 mol metil ester (POME) dan 1 mol gliserol (GL). Reaksi overall transesterifikasi adalah sebagai berikut :

Katalis yang umum digunakan untuk reaksi transesterifikasi adalah katalis asam dan basa. Untuk katalis asam biasanya digunakan asam sulfonat dan asam sulfat sedangkan katalis basa digunakan NaOH, KOH dan NaOCH3. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat 4000 kali dibandingkan katalis asam, dan juga katalis alkali tidak sekorosif katalis asam (Srivastava,1999). Logam alkali alkoksida (seperti CH3ONa untuk metanolisis) adalah katalis yang paling aktif dengan memberikan hasil yang sangat tinggi (>98%) pada waktu reaksi yang singkat yaitu selama 30 menit dan konsentrasi katalis yang rendah (0,5 %mol).
Laju reaksi transesterifikasi juga sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Reaksi transesterifikasi dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar dengan waktu reaksi yang cukup lama. Umumnya suhu reaksi yang terjadi mengikuti suhu didih metanol (60-70 0C) pada tekanan atmosferik. Hasil reaksi yang maksimum didapatkan pada kisaran suhu reaksi antara 60-80 0C dengan perbandingan mol alkohol dengan minyak (6:1).  

Apabila terjadi kenaikan suhu maka hal ini dapat mengurangi hasil reaksi.
Kondisi reaksi diatas berlaku apabila menggunakan CPO sebagai bahan baku. Apabila menggunakan bahan minyak yang berbeda maka suhu reaksinya juga akan berbeda. Kinetika reaksi transesterifikasi untuk minyak nabati sudah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Freedman dkk. mempelajari kinetika reaksi transesterifikasi minyak kedelai dengan metanol dan butanol, yang dikatalisis oleh  asam dan basa .Kusdiana dan Saka mempelajari kinetika reaksi transesterifikasi dari rapeseed oil dalam metanol superkritis, reaksi transesterifikasi tanpa katalis



 Metodologi

Diagram alir dari penelitian ini ditunjukkan oleh gambar berikut ini:

Preparasi Sampel

CPO yang digunakan perlu ditentukan terlebih dahulu kadar air dan bilangan asam. Kadar air diuji denganmetoda gravimetri pada suhu 105 oC. Pengujian bilangan asam mengikuti prosedur dari JECFA-FAO. Jika bilangan asam tinggi perlu penetralan, dan jika kadar air tinggi dilakukan pengeringan untuk meningkatkankualitas CPO. Peningkatan kualitas CPO dilakukan untuk mengurangi asam lemak bebas di dalamnya, yaitu dengan penambahan Na2CO3 pada 90oC.

Reaksi Transesterifikasi dalam Reaktor Tumpak

Reaksi transesterifikasi dilakukan dalam reaktor tumpak yang dilengkapi dengan pemanas, agitator,kondenser, dan thermometer.Pada reaktor tumpak dilakukan variasi suhu 55 oC, 60 oC, 65 oC, dan 70 oC. Kondisi standar yang digunakan adalah perbandingan reaktan (6 :1), jumlah katalis 1% dan kecepatan agitator 195 rpm. CPO high quality sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam reaktor tumpak dan suhu dijaga tetap selama reaksi berlangsung.
Katalis NaOH dicampurkan dengan metanol untuk membentuk NaOCH3. sodium metoksida ini kemudian dimasukkan ke dalam reaktor tumpak dengan perlahan. Reaksi dilakukan selama 1,5 jam. Sampel produk diambil pada tiap selang waktu 5, 10, 15, 25, 35, 50, 70 dan 90 menit, untuk diuji konsentrasinya.




Analisis Produk

Produk POME yang diasumsikan sebagai metal palmitat, dianalisis dengan menggunakan Gas Chromatography (GC) jenis FID. Kolom yang digunakan jenis packed kolom dengan jenis packing GP 3% SP-2310/2%SP-2300 on Chromosorb W AW produksi Supelco. Panjang kolom 1 m x ¼“ stainless steel dengan suhu
oven 190-220oC dan suhu injektor 240oC.

Hasil dan Diskusi

Dari pengujian bilangan asam dan kadar air CPO didapatkan hasil seperti pada Tabel  berikut ini:
Pengaruh Suhu pada Reaktor Tumpak

CPO pada suhu ruang berbentuk semisolid, maka suhu minimum yang digunakan dalam penelitian ini adalah 55oC. Apabila suhu dibawah 50oC maka viskositas minyak yang tinggi (39,6 mm2/s) akan menimbulkan masalah pada saat pengadukan .Variasi suhu yang dilakukan adalah 55, 60, 65 dan 70oC. Hasil reaksi yang dinyatakan dengan konsentrasi metil palmitat dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar pengaruh suhu terhadap produk metil palmitat hasil analisis GC
Dari gambar, terlihat bahwa konsentrasi metil palmitat meningkat seiring dengan peningkatan suhu.Terlihat pada suhu 50oC konsentrasi metil palmitat hanya 11,91%, dan kemudian meningkat menjadi 12,53%pada saat suhu 70oC.


Kinetika Reaksi Pada Reaktor Tumpak

Kinetika reaksi pada reaktor tumpak dibuat dengan berdasarkan reaksi transesterifikasi overall, dengan asumsi bahwa reaktan yang digunakan sangat berlebih dan reaksi berlangsung irreversible. Model kinetika reaksi disusun mengikuti kinetika pseudo-first order. Reaksi overall transesterifikasi dapat dilihat pada persamaan reaksi.

Berdasarkan reaksi total tersebut dapat dibuat persamaan laju reaksinya:

r = k[TG][ROH]3

Alkohol yang digunakan sangat berlebih sehingga konsentrasi dari alkohol selama reaksi dapat dianggap tetap.Pada kondisi ini perubahan jumlah alkohol pada reaksi tidak akan mempengaruhi laju reaksi .Maka
Persamaan di atas dapat ditulis:
Persamaan ini merupakan persamaan kinetika orde satu. Persamaan ini diintegralkan dengan limit antara t = 0
sampai t = t dan konsentrasi dari [TG]0 pada saat t = 0 dan [TG] pada waktu tertentu.
 Sehingga persamaan di atas menjadi:
 
Persamaan  ini dapat digunakan untuk mencari konstanta laju reaksi (k). Harus diingat bahwa konsentrasi awal [TG]0 nilainya konstan.

Dari gambar di bawah ini juga dapat dilihat bahwa suhu berpengaruh pada besarnya k. Kenaikan dari nilai k terlihat pada suhu 55-70oC.
Asumsi  digunakannya orde satu terbukti dapat digunakan karena dari plot antara Ln [TG] versus waktu berupa garis lurus.




Nilai k yang telah diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi aktivasi, yaitu dengan persamaan Arhenius:

k = AeEa / RT


Persamaan tersebut dapat dirubah bentuknya menjadi:

Dari gambar diatas maka didapat energi aktivasi sebesar 6,195x103 J/mol.

 Kesimpulan

Hasil reaksi terbesar didapatkan pada kondisi suhu reaksi 70oC; 12,53 %, Besarnya kandungan FFA dan kandungan air dalam CPO sangat berpengaruh besar pada laju reaksi dan pada konsentrasi akhir metil ester. Adanya air di dalam metil ester akan membuat konsentrasi turun pada saat awal-awal reaksi yang semestinya laju reaksinya cepat, akibat terjadinya reaksi hidrolisis ester yang membentuk asam lemaknya kembali. Kenaikan suhu berpengaruh terhadap kenaikan konstanta laju reaksi. Konstanta laju reaksi untuk suhu 55-70 oC adalah 0,0002785-0,000304/menit. Energi aktivasi yang diperoleh adalah 6,195x103 J/mol.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
·         Terdapat banyak peranan atau aplikasi bidang kinetika reaksi dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan manfaat bagi kehidupan
·         Dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi lajunya, suatu reaksi dapat dikontrol. Reaksi-reaksi yang bermanfaat dapat dipercepat untuk memberikan hasil yang diinginkan.
·         Suhu dan energy aktivitas mempengaruhi kerja enzim,yang dimana enzim memiliki peranan penting dalam tubuh yaitu dalam metabolisme
·         Peranan dalam studi kinetika reaksi epoksi minyak atsiri,yaitu semakin lama waktu reaksi, persentase epoksida yang terbentuk pada suhu 30oC,40oC, dan 50oC cenderung semakin besar.
·         Peranan dalam Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak,hasil reaksi terbesar didapatkan pada kondisi suhu reaksi 70oC; 12,53 %, Besarnya kandungan FFA dan kandungan air dalam CPO sangat berpengaruh besar pada laju reaksi dan pada konsentrasi akhir metil ester Kenaikan suhu berpengaruh terhadap kenaikan konstanta laju reaksi.


Saran
Untuk lebih memahami pokok bahasan ini diharapkan pada para pembaca untuk membaca resensi buku-buku,jurnal maupun artikel yang berhubungan dengan judul makalah ini.Penulis mengharapkan bahwa tulisan ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi pembaca untuk berinovasi dan mampu menaplikasikan kinetika reaksi kimia dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.





DAFTAR PUSTAKA


  • Gan, L.H., Goh, S.H., and Ooi, K.S., (1992), “Kinetic Studies of Epoxidation and Oxirane Cleavage of Palm Olein Methyl Esters”, JAOCS, vol. 69, pp. 347 – 351
  • Sidjabat, Oberlin dan Yunus Rahmat, (1995) “Studi Proses Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menjadi Bahan Bakar Motor Setara Solar”, Proceedings Diskusi Ilmiah VIII PPPTMGB Lemigas.
  • Srivastava, Anjana dan Prasad Ram, (1999),“Triglycerides–Based Diesel Fuels”, PERGAMON.
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim
  • www.britannica.com/EBchecked/topic/190485/epoxide, 10/Juli/2009