BAB
1
PENDAHULUAN
Latar
belakang Masalah
Dalam Kehidupan
sehari-hari ,banyak kegiatan yang kita
lakukan yang berkaitan tentang praktikum kimia fisika yang sudah
kami pelajari.Terdapat beberapa aplikasi dari kinetika reaksi kimia,yang
berhubungan dengan laju reaksi atau termodinamika.. Penerapan
konsep laju reaksi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan faktor- faktor
yang memengaruhi laju. Dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
lajunya, suatu reaksi dapat dikontrol. Reaksi-reaksi yang bermanfaat dapat
dipercepat untuk memberikan hasil yang diinginkan. Contohnya adalah kayu bakar
dipotong kecil-kecil hingga mudah terbakar. Proses pematangan buah dapat
dipercepat dengan menambahkan gas asetilena yang dihasilkan dari reaksi karbit
dengan air. Proses memasak akan lebih cepat jika api dibesarkan. Reaksi-reaksi yang merugikan dapat di perlambat
sehingga lebih awet. Contohnya adalah reaksi perkaratan dan pembusukan. Reaksi
perkaratan dapat dihambat dengan cara pengecatan. Sementara itu, reaksi pembusukan
dapat diperlambat dengan cara menyimpan dalam keadaan dingin.Penggunaan katalis
dalam bidang industri.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
·
Sebagai
penyelesaian tugas praktikum kimia fisika
·
Sebagai
bahan refrensi atau bahan kajian para mahasiswa mengenai aplikasi
kinetika reaksi kimia
Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan makalah
ini, penulis secara umum mendapatkan bahan tulisan dari berbagai referensi,
baik dari tinjauan kepustakaan dan sumber media internet seperti jurnal.
Batasan Masalah
Makalah ini membahas
mengenai aplikasi atau penerapan kinetika reaksi kimia dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
ISI
Dalam
kehidupan sehari-hari,beberapa kegiatan yang
kita lakukan berhubungan dengan aplikasi dari ilmu kimia fisika. Di
bawah ini disajikan beberapa peranannya,yaitu
1. PERANAN
DALAM KERJA ENZIM
Enzim
yang terdapat di dalam tubuh berfungsi untuk mempercepat proses metabolisme.
Enzim juga menyebabkan metabolisme berlangsung dalam suhu rendah.Enzim bekerja
sangat spesifik hanya pada reaksi-reaksi tertentu. Zat dipercepat reaksinya
dinamakan subtrat yang akan bereaksi dengan enzim menghasilkan produk. Pada
akhir reaksi, enzim akan kembali terbentuk seperti semula. Penguraian nasi menjadi
glukosa-glukosa merupakan salah satu reaksi yang melibatkan enzim. Reaksi penguraian
nasi berlangsung lambat dan membutuhkan suhu tinggi jika dilakukan di luar tubuh
atau di laboratorium. Namun, jika dilakukan di dalam tubuh, maka prosesnya berlangsung
cepat dan dengan suhu rendah karena enzim
berfungsi sebagai katalisdalam proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.
Enzim dapat bekerja dengan beberapa
cara, yang kesemuaannya menurunkanΔG‡:
- Menurunkan
energi
aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan
transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi
konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)
Stabilisasi keadaan transisi
Pemahaman asal usul penurunan ΔG‡ memerlukan pengetahuan bagaimana
enzim dapat menghasilkan keadaan transisi reaksi yang lebih stabil dibandingkan
dengan stabilitas keadaan transisi reaksi tanpa katalis. Cara yang paling
efektif untuk mencapai stabilisasi yang besar adalah menggunakan efek
elektrostatik, terutama pada lingkungan yang relatif polar yang diorientasikan
ke distribusi muatan keadaan transisi. Lingkungan seperti ini tidak ada dapat ditemukan
pada reaksi tanpa katalis di air.
TERMODINAMIKA
Tahapan-tahapan energi
pada reaksi kimia.
Substrat memerlukan energi yang banyak untuk mencapai keadaan transisi, yang
akan kemudian berubah menjadi produk. Enzim menstabilisasi keadaan transisi,
menurunkan energi yang diperlukan untuk menjadi produk.
Sebagai katalis,
enzim tidak mengubah posisi kesetimbangan reaksi kimia. Biasanya reaksi akan
berjalan ke arah yang sama dengan reaksi tanpa katalis. Perbedaannya adalah,
reaksi enzimatik berjalan lebih cepat. Namun, tanpa keberadaan enzim, reaksi
samping yang memungkinkan dapat terjadi dan menghasilkan produk yang berbeda.
Lebih lanjut,
enzim dapat menggabungkan dua atau lebih reaksi, sehingga reaksi yang
difavoritkan secara termodinamik dapat digunakan untuk mendorong reaksi yang tidak
difavoritkan secara termodinamik. Sebagai contoh, hidrolsis ATP sering kali menggunakan reaksi kimia
lainnya untuk mendorong reaksi.
Enzim
mengatalisasi reaksi maju dan balik secara seimbang. Enzim tidak mengubah
kesetimbangan reaksi itu sendiri, namun hanya mempercepat reaksi saja. Sebagai
contoh, karbonat anhidrase
mengatalisasi reaksinya ke dua arah bergantung pada konsentrasi reaktan.


Walaupun
demikian, jika kesetimbangan tersebut sangat memfavoritkan satu arah reaksi,
yakni reaksi yang sangat eksergonik, reaksi itu
akan menjadi ireversible. Pada kondisi demikian, enzim akan hanya mengatalisasi
reaksi yang diijinkan secara termodinamik.
Kinetika
Kinetika enzim
Mekanisme reaksi
enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan
menghasilkan produk (P).Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat
substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam
analisa kinetika didapatkan dari asai enzim.
Pada tahun 1902, Victor Henri, mengajukan suatu teori kinetika enzim yang
kuantitatif, namun data eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada
konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sørensen
menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering)
pada tahun 1909, kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan murid
bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten,
mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini
kemudian dikenal dengan nama Kinetika
Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika
Michaelis-Menten). Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J. B. S. Haldane.
Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara
meluas sampai sekarang .
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang
reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim
secara reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini
kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi
reaksi kimia dan melepaskan produk.
Kurva kejenuhan suatu
reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat (S) dengan
kelajuan (v).
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai
jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang
dikatalisasi oleh enzim orotidina
5'-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk
mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut
ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik. Laju reaksi
bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang
menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam
yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat
cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu
reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan
produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan
di samping.
Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya
konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks
substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua
tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah
sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah
salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk
mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan
oleh konstanta
Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi
substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya.
Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu
subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke
enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang
merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif
per detik.
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh Km. Ia juga
disebut sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua
langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik
dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan
enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda.
Konstanta kespesifikan maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya
sekitar 108 sampai 109 (M-1/s). Pada titik ini,
setiap penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan
laju pembentukan produk tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju
difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut secara katalitik sempurna
ataupun secara kinetika sempurna.
2.
PERANAN
DALAM STUDI KINETIKA REAKSI EPOKSIIDA MINYAK ATSIRI
Reaksi epoksidasi menghasilkan trigliserida
terepoksidasi yang mempunyai peran penting dalam industri plastik dan bahan
aditif untuk polivinil klorida (PVC). Selama ini, bahan baku yang digunakan
merupakan bahan berbasis minyak bumi. Penggunaan bahan baku ini dapat
menimbulkan dampak negatif. Berdasarkan alasan-alasan di atas, mulai dicari bahan baku alternatif
yang dapat diperbaru. Salah satunya
adalah minyak nabati sehingga penelitian ini pun ditekankan pada reaksi
epoksidasi minyak nabati.
Minyak nabati yang digunakan
adalah minyak sawit
Pada
penelitian ini akan dipelajari mengenai pengaruh waktu dan suhu reaksi terhadap
jumlah bilangan epoksida, dan menentukan parameter kinetika reaksi. Reaksi epoksidasi adalah reaksi oksidasi ikatan rangkap dalam minyak
oleh oksigen aktif membentuk senyawa epoksida. Epoksida minyak dapat digunakan
secara langsung sebagai pemlastis yang sesuai untuk polivinil klorida (PVC) dan
sebagai penstabil resin PVC untuk meningkatkan fleksibilitas, elastisitas,
kekuatan dan untuk mempertahankan stabilitas polimer terhadap perpindahan panas
Penelitian ini dipandang perlu karena dapat memberikan informasi tentang
pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap jumlah senyawa epoksida yang
dihasilkan, konstanta kecepatan reaksi (k), tetapan frekuensi tumbukan (A), dan
energi aktivasi (Ea).
Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu dan suhu reaksi terhadap persentase
bilangan epoksida dan pengaruh suhu reaksi terhadap parameter kinetika reaksi..
Bahan dan Metode Penelitian
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak, asam format, hidrogen
peroksida, benzena, aquadest dan reagen-reagen untuk analisa bilangan iod
antara lain kalium iodide, karbon tetraklorida, natrium tiosulfat, larutan
Wijs, dan indikator amilum.
Sebelum
menjalankan penelitian, dilakukan analisa bilangan iod pada bahan baku minyak.
Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan 100 ml minyak, 50 ml asam format,
dan 250 ml benzene di dalam labu leher tiga. 100 ml hidrogen peroksida
ditambahkan tetes demi tetes ke dalam labu setelah kondisi operasi tercapai.
Pengadukan menggunakan magnetic stirrer dilakukan saat penambahan hidrogen
peroksida. Reaksi epoksidasi ini merupakan reaksi eksotermis dan diinginkan
kondisi isoternal sehingga selama waktu reaksi, suhu operasi terus
dipertahankan dengan menambah air pemanas maupun air pendingin. Setelah waktu
reaksi tercapai, hasil reaksi yang terdiri dari dua lapisan (minyak dan
solvent) dipisahkan. Minyak hasil pemisahan ini kemudian didistilasi untuk
mengambil solvent yang terlarut dalam minyak. Kemudian dilakukan pengecekan pH
terhadap minyak hasil distilasi. Minyak tersebut selanjutnya dicuci menggunakan
aquadest panas sebanyak dua kali pada tiap sampel selama 15 menit untuk
menghilangkan sisa asam. Minyak dan aquadest pencuci dipisahkan dengan corong
pemisah lalu minyak tersebut dianalisa kadar epoksidanya.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Jumlah
Bilangan Epoksida (% epoksida) pada Suhu 30oC, 40oC,dan
50oC .Secara teori, epoksidasi minyak sawit menghasilkan
senyawa epoksida yang ditandai dengan kenaikan bilangan epoksidanya. Dengan
membuat plot grafik hubungan persen epoksida sebagai fungsi waktu reaksi, akan
terlihat pengaruh waktu terhadap bilangan epoksida produk.

Gambar Persen (%) epoksida sebagai fungsi dari waktu
reaksi
Dari
gambar dapat diketahui bahwa pada suhu
30oC,40oC, dan 50oC secara umum semakin lama
waktu reaksi, persentase epoksida yang terbentuk cenderung semakin besar. Hal
ini dapat dilihat terutama pada kondisi suhu 30oC dan 40oC
variabel waktu 1,2, dan 3 jam. Hal ini disebabkan semakin lama waktu reaksi
maka kesempatan molekul-molekul zat pereaksi untuk saling bertumbukan semakin
luas, disamping itu ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak sawit semakin
banyak mengalami oksidasi pembukaan ikatan rangkap oleh asam peroksiformat.
Keberadaan benzene dalam reaksi juga akan meminimalkan pembukaan cincin
oksiran/epoksida, sehingga senyawa epoksida yang terbentuk lebih banyak.
Berbeda
untuk variabel waktu 4 jam, dimana epoksida yang terbentuk cenderung mengalami
penurunan sedangkan pada suhu 50oC, semakin lama waktu reaksi, persentase
epoksida yang terbentuk cenderung semakin besar, namun setelah 2 jam reaksi
peningkatan bilangan epoksida tidak terlalu signifikan atau cenderung konstan.
Hal ini dapat disebabkan karena penelitian ini dilakukan dengan proses
batch-paralel, yang artinya bahan baku yang digunakan untuk masing-masing
variabel merupakan bahan baku baru sehingga ada kemungkinan bahwa jumlah ikatan
rangkap di tiap bahan baku berbeda. Perbedaan jumlah ikatan rangkap ini
disebabkan oleh ikatan rangkap di dalam minyak jumlahnya bervariasi (terdapat
di dalam range tertentu).
Minyak
yang digunakan sebagai bahan baku variabel 50oC mungkin memiliki
ikatan rangkap yang lebih sedikit dibanding dengan minyak pada variabel
lainnya, hal ini akan menyebabkan pembentukan senyawa epoksida pada variabel 50oC
akan lebih cepat mengalami kesetimbangan dibanding dua variabel lainnya yang
ditandai dengan konstannya jumlah bilangan epoksida.
Dari
grafik juga dapat dilihat bahwa jumlah epoksida yang dihasikan pada variabel 30oC
lebih besar dari pada epoksida pada 40oC dan 50oC. Hal
ini dapat disebabkan oleh reaksi pembentukan asam peroksiformat merupakan
reaksi reversibel dan eksotermis, sehingga pembentukan asam peroksiformat tidak
dapat sempurna karena akan selalu ada asam peroksiformat yang kembali menjadi
asam format dan hidrogen peroksida serta apabila suhu reaksi dinaikkan maka
konversi pembentukan asam peroksiformat akan berkurang. Berkurangnya konversi
asam peroksiformat tentu akan mempengaruhi (mengurangi) oksidasi ikatan rangkap
minyak dan berakibat pada jumlah senyawa epoksida yang dihasilkan.
Menentukan Parameter Kinetika Konstanta Kecepatan Reaksi (k)
Pada
penelitian ini, kinetika reaksi didasarkan pada kecepatan terbentuknya epoksi
yang dinyatakan dalam % oksiran. Nilai konstanta kecepatan reaksi dapat
dihitung melalui persamaan:
ln[(H2O2)o
– (Ep)] = -k1 . (HCOOH)o . t + ln (H2O2)o
Kemudian dari
persamaan ini dapat dibuat grafik :

Gambar
Hubungan waktu reaksi dengan ln ((H2O2)o-(Ep)) untuk
epoksidasi minyak sawit menggunakan asam peroksiformat dengan keberadaan
benzene .Dengan pendekatan least square, dapat dihitung nilai konstanta
kecepatan reaksi pada masing-masing variabel suhu, hasilnya adalah pada suhu
30oC adalah sebesar 1,523864 x 10-4 l/mol detik, pada suhu 40oC sebesar 1,01755
x 10-5 l/mol detik, dan pada suhu 50oC sebesar 3,353358 x 10-4 l/mol detik.
Menghitung Nilai
Faktor Frekuensi Tumbukan (A) dan Energi Aktivasi (Ea)
Dari data konstanta kecepatan reaksi,
dapat dihitung nilai A dan Ea berdasarkan persamaan Arrhenius.
k = A e –E/RT
Persamaan ini dilinierisasi menjadi :
ln k = ln A – E/RT
dari perhitungan didapat nilai A = 6,51 l/mol det dan nilai Ea
= 29,391 kJ/mol.
Kesimpulan
Secara umum semakin lama waktu reaksi, persentase epoksida yang
terbentuk pada suhu 30oC,40oC, dan 50oC
cenderung semakin besar. Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) untuk suhu 50oC
sebesar 3,353358 x 10-4 l/mol detik, pada suhu 40 sebesar 1,01755 x 10-5
l/mol detik, dan pada suhu 30oC sebesar 1,523864 x 10-4 l/mol detik.
3.
Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap
Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak
Kebutuhan bahan bakar untuk mesin disel di Indonesia
tiap tahunnya semakin meningkat seiring denganpertambahan jumlah mesin industri
dan jumlah kendaraan bermesin disel. Dengan semakin terbatasnya cadangan minyak
bumi, maka perlu dicari alternatif sumber energi baru. Saat ini mulai
dikembangkan penggunaan metal ester yang diperoleh dari minyak nabati
(biodisel) sebagai sumber energi alternatif. Penggunaan biodisel pada mesin
disel dapat mengurangi emisi hidrokarbon tak terbakar, karbon monooksida,
sulfat, hidrokarbon polisiklis
aromatik,
nitrat hidrokarbon polisiklis aromatik dan partikel padatan. Minyak nabati yang
sedang dikembangkan sekarang adalah CPO, tidak dapat digunakan langsung pada mesin
karena viskositasnya yang tinggi. Reaksi transesterifikasi pada CPO dapat
memecah rantai trigliseridamenjadi lebih pendek dengan menggunakan katalis asam atau basa.
Ada
3 tahapan reaksi transesterifikasi, yaitu pembentukan produk antara digliserida
dan monogliserida(MG) yang akhirnya membentuk 3 mol metil ester (POME) dan 1
mol gliserol (GL). Reaksi overall transesterifikasi adalah sebagai
berikut :
Katalis
yang umum digunakan untuk reaksi transesterifikasi adalah katalis asam dan
basa. Untuk katalis asam biasanya digunakan asam sulfonat dan asam sulfat
sedangkan katalis basa digunakan NaOH, KOH dan NaOCH3. Reaksi transesterifikasi
dengan katalis basa lebih cepat 4000 kali dibandingkan katalis asam, dan juga katalis
alkali tidak sekorosif katalis asam (Srivastava,1999). Logam alkali alkoksida
(seperti CH3ONa untuk metanolisis) adalah katalis yang paling aktif dengan
memberikan hasil yang sangat tinggi (>98%) pada waktu reaksi yang singkat
yaitu selama 30 menit dan konsentrasi katalis yang rendah (0,5 %mol).
Laju
reaksi transesterifikasi juga sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Reaksi
transesterifikasi dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar dengan waktu
reaksi yang cukup lama. Umumnya suhu reaksi yang terjadi mengikuti suhu didih
metanol (60-70 0C) pada tekanan atmosferik. Hasil reaksi yang maksimum
didapatkan pada kisaran suhu reaksi antara 60-80 0C dengan
perbandingan mol alkohol dengan minyak (6:1).
Apabila
terjadi kenaikan suhu maka hal ini dapat mengurangi hasil reaksi.
Kondisi reaksi
diatas berlaku apabila menggunakan CPO sebagai bahan baku. Apabila menggunakan
bahan minyak yang berbeda maka suhu reaksinya juga akan berbeda. Kinetika
reaksi transesterifikasi untuk minyak nabati sudah dilaporkan oleh beberapa
peneliti. Freedman dkk. mempelajari kinetika reaksi transesterifikasi minyak
kedelai dengan metanol dan butanol, yang dikatalisis oleh asam dan basa .Kusdiana dan Saka mempelajari
kinetika reaksi transesterifikasi dari rapeseed oil dalam metanol
superkritis, reaksi transesterifikasi tanpa katalis
Metodologi
Diagram alir
dari penelitian ini ditunjukkan oleh gambar berikut ini:

Preparasi Sampel
CPO
yang digunakan perlu ditentukan terlebih dahulu kadar air dan bilangan asam.
Kadar air diuji denganmetoda gravimetri pada suhu 105 oC. Pengujian
bilangan asam mengikuti prosedur dari JECFA-FAO. Jika bilangan asam tinggi
perlu penetralan, dan jika kadar air tinggi dilakukan pengeringan untuk
meningkatkankualitas CPO. Peningkatan kualitas CPO dilakukan untuk mengurangi
asam lemak bebas di dalamnya, yaitu dengan penambahan Na2CO3
pada 90oC.
Reaksi
Transesterifikasi dalam Reaktor Tumpak
Reaksi
transesterifikasi dilakukan dalam reaktor tumpak yang dilengkapi dengan pemanas,
agitator,kondenser, dan thermometer.Pada reaktor tumpak dilakukan variasi suhu
55 oC, 60 oC, 65 oC, dan 70 oC.
Kondisi standar yang digunakan adalah perbandingan reaktan (6 :1), jumlah
katalis 1% dan kecepatan agitator 195 rpm. CPO high quality sebanyak
200 g dimasukkan ke dalam reaktor tumpak dan suhu dijaga tetap selama reaksi
berlangsung.
Katalis
NaOH dicampurkan dengan metanol untuk membentuk NaOCH3. sodium
metoksida ini kemudian dimasukkan ke dalam reaktor tumpak dengan perlahan.
Reaksi dilakukan selama 1,5 jam. Sampel produk diambil pada tiap selang waktu
5, 10, 15, 25, 35, 50, 70 dan 90 menit, untuk diuji konsentrasinya.
Analisis Produk
Produk
POME yang diasumsikan sebagai metal palmitat, dianalisis dengan menggunakan Gas
Chromatography (GC) jenis FID. Kolom yang digunakan jenis packed kolom
dengan jenis packing GP 3% SP-2310/2%SP-2300 on Chromosorb W AW produksi
Supelco. Panjang kolom 1 m x ¼“ stainless steel dengan suhu
oven 190-220oC
dan suhu injektor 240oC.
Hasil dan
Diskusi
Dari pengujian
bilangan asam dan kadar air CPO didapatkan hasil seperti pada Tabel berikut ini:

Pengaruh Suhu
pada Reaktor Tumpak
CPO
pada suhu ruang berbentuk semisolid, maka suhu minimum yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 55oC. Apabila suhu dibawah 50oC
maka viskositas minyak yang tinggi (39,6 mm2/s) akan menimbulkan masalah pada
saat pengadukan .Variasi suhu yang dilakukan adalah 55, 60, 65 dan 70oC.
Hasil reaksi yang dinyatakan dengan konsentrasi metil palmitat dapat dilihat
pada gambar berikut.

Gambar
pengaruh suhu terhadap produk metil palmitat hasil analisis GC
Dari gambar,
terlihat bahwa konsentrasi metil palmitat meningkat seiring dengan peningkatan
suhu.Terlihat pada suhu 50oC konsentrasi metil palmitat hanya
11,91%, dan kemudian meningkat menjadi 12,53%pada saat suhu 70oC.
Kinetika Reaksi
Pada Reaktor Tumpak
Kinetika reaksi pada reaktor tumpak dibuat dengan
berdasarkan reaksi transesterifikasi overall, dengan asumsi bahwa
reaktan yang digunakan sangat berlebih dan reaksi berlangsung irreversible. Model
kinetika reaksi disusun mengikuti kinetika pseudo-first order. Reaksi overall
transesterifikasi dapat dilihat pada persamaan reaksi.
Berdasarkan
reaksi total tersebut dapat dibuat persamaan laju reaksinya:
r
= k[TG][ROH]3
Alkohol yang digunakan
sangat berlebih sehingga konsentrasi dari alkohol selama reaksi dapat dianggap
tetap.Pada kondisi ini perubahan jumlah alkohol pada reaksi tidak akan
mempengaruhi laju reaksi .Maka
Persamaan di
atas dapat ditulis:

Persamaan
ini merupakan persamaan kinetika orde satu. Persamaan ini diintegralkan dengan
limit antara t = 0
sampai
t = t dan konsentrasi dari [TG]0 pada saat t = 0 dan [TG] pada waktu tertentu.
Sehingga persamaan di atas menjadi:

Persamaan
ini dapat digunakan untuk mencari
konstanta laju reaksi (k). Harus diingat bahwa konsentrasi awal [TG]0 nilainya
konstan.
Dari gambar di bawah ini juga dapat dilihat bahwa
suhu berpengaruh pada besarnya k. Kenaikan dari nilai k terlihat pada suhu
55-70oC.
Asumsi digunakannya
orde satu terbukti dapat digunakan karena dari plot antara Ln [TG] versus waktu
berupa garis lurus.


Nilai k yang
telah diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi aktivasi,
yaitu dengan persamaan Arhenius:
k = Ae−Ea
/ RT
Persamaan tersebut dapat dirubah
bentuknya menjadi:

Dari
gambar diatas maka didapat energi aktivasi sebesar 6,195x103 J/mol.
Kesimpulan
Hasil
reaksi terbesar didapatkan pada kondisi suhu reaksi 70oC; 12,53 %,
Besarnya kandungan FFA dan kandungan air dalam CPO sangat berpengaruh besar
pada laju reaksi dan pada konsentrasi akhir metil ester. Adanya air di dalam
metil ester akan membuat konsentrasi turun pada saat awal-awal reaksi yang
semestinya laju reaksinya cepat, akibat terjadinya reaksi hidrolisis ester yang
membentuk asam lemaknya kembali. Kenaikan suhu berpengaruh terhadap kenaikan
konstanta laju reaksi. Konstanta laju reaksi untuk suhu 55-70 oC
adalah 0,0002785-0,000304/menit. Energi aktivasi yang diperoleh adalah 6,195x103
J/mol.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
·
Terdapat banyak peranan atau aplikasi
bidang kinetika reaksi dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan manfaat bagi
kehidupan
·
Dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
lajunya, suatu reaksi dapat dikontrol. Reaksi-reaksi yang bermanfaat dapat
dipercepat untuk memberikan hasil yang diinginkan.
·
Suhu dan energy aktivitas mempengaruhi
kerja enzim,yang dimana enzim memiliki peranan penting dalam tubuh yaitu dalam
metabolisme
·
Peranan
dalam studi kinetika reaksi epoksi minyak atsiri,yaitu semakin lama waktu
reaksi, persentase epoksida yang terbentuk pada suhu 30oC,40oC,
dan 50oC cenderung semakin besar.
·
Peranan dalam Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO
terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak,hasil reaksi
terbesar didapatkan pada kondisi suhu reaksi 70oC; 12,53 %, Besarnya
kandungan FFA dan kandungan air dalam CPO sangat berpengaruh besar pada laju
reaksi dan pada konsentrasi akhir metil ester Kenaikan suhu berpengaruh
terhadap kenaikan konstanta laju reaksi.
Saran
Untuk
lebih memahami pokok bahasan ini diharapkan pada para pembaca untuk membaca
resensi buku-buku,jurnal maupun artikel yang berhubungan dengan judul makalah
ini.Penulis mengharapkan bahwa tulisan ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi
pembaca untuk berinovasi dan mampu menaplikasikan kinetika reaksi kimia dalam
kehidupan sehari-hari dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Gan, L.H., Goh, S.H., and Ooi,
K.S., (1992), “Kinetic Studies of Epoxidation and Oxirane Cleavage of Palm
Olein Methyl Esters”, JAOCS, vol. 69, pp. 347 – 351
- Sidjabat, Oberlin dan Yunus Rahmat,
(1995) “Studi Proses Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menjadi Bahan
Bakar Motor Setara Solar”, Proceedings Diskusi Ilmiah VIII PPPTMGB
Lemigas.
- Srivastava, Anjana dan Prasad Ram,
(1999),“Triglycerides–Based Diesel Fuels”, PERGAMON.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim
- www.britannica.com/EBchecked/topic/190485/epoxide,
10/Juli/2009