1.15.2016

Beban Guru ; ”Tomat Berbuah Semangka”

Beban  Guru ; ”Tomat Berbuah Semangka”
Kebijakan pendidikan bukan hal yang baru lagi dalam dunia pendidikan Indonesia. Sudah banyak kebijakan yang telah di selenggarakan oleh pemerintah mulai dari standarisasi, professionalisme pendidikan dan perubahan kurikulum dari kabinet  ke kabinet oleh pemerintah pusat. Hal terkini adalah kebijakan pendidikan yang semula dilakukan secara sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi, yang menekankan bahwa pengambilan kebijakan pendidikan berpindah dari pemerintah pusat (top gaverment) ke pemerintah daerah (district government) yang berpusat di pemerintah kota dan kabupaten. Kebijakan ini berjalan dengan iringan kurikulum yang saat ini di terapkan di dunia pendidikan Indonesia yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kebijakan pendidikan ini tentunya adalah suatu upaya yang sudah dipikirkan secara matang oleh pihak-pihak yang berwenang dalam pengambilan kebijakan tersebut. Sungguhlah hal yang luar biasa ketika suatu kebijakan pendidikan selalu ada ditengah perjalan roda pendidikan kita. Namun kenapa hasil dari yang segitu banyaknya kebijakan tidak pernah bisa terlihat hasilnya secara optimal. Realitanya, kita bisa melihat sendiri bagaimana kondisi  pendidikan bangsa kita  hingga desawa ini, secara khusus jika  dibandingkan dengan dunia pendidikan bangsa lain.
            Sebagai objek sorotan utama  oleh pihak pemerintah didalam pengambilan setiap kebijakan salah satunya adalah guru sebagai pelaku utama pendidikan. Dimana dalam pengimplementasian kurikulum yang saat ini diterapkan  berpusat kepada kemandirian  guru dan kepala sekolah untuk mengkaji dan memahami standard nasional pendidikan, serta menerapkannya dalam pembelajaran.  Untuk menunjang program ini, pemerintah menyelenggarakan sertifikasi guru, diklat dan bahkan pembuatan suatu karya tulis ilmiah sebagai sarana bagi guru untuk menaikkan golongan sebagaimana halnya diberlakukan.  Sukses tidaknya implementasi kurikulum ini sangat dipengaruhi  oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut dalam pembelajaran. Dimana kemampuan guru tersebut terutama berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap implementasi kurikulum, serta tugas yang di bebankan kepadanya.  Guru sebagai suatu professi  dituntut  menjalankan peranannya sebagaimana KTSP memposisikan guru sebagai motivator, mediator, dan fasilitator pembelajaran.  Guru juga harus memiliki kompetensi  dasar layaknya seorang pendidik  dalam menjalankan perannya sebagai agen pembelajaran.
            Kompetensi guru sebagai suatu modal utama seorang  guru dalam  melaksankan perannya sebagai pelaku pendidikan, apakah mampu  menerapkan visi dan misi kurikulum pendidikan kita?. Jika mampu mengapa tujuan pendidikan nasional belum bisa tercapai secara optimal sebagaimana KTSP telah merencanakannya?. Jika tidak  mampu,  yang menjadi alasan utama adalah kompetensi guru yang belum sepenuhnya di miliki oleh guru sekalipun sudah melewati program sertifikasi guru, diklat dan mungkin program lain yang berkaitan dengan pembinaan pelaku pendidikan. Layaknya manusia biasa guru pun selalu mengeluh dengan tuntutan kompetensi yang harus dimilikinya untuk menjalankan perannya sebagai pelaku pendidikan. Jadi, tidak salah lagi kalau guru dan tugasnya  ibarat tomat yang berbuah semangka. Tugas dan tuntutan tidak sebanding dengan kompetensi yang dimilikinya. Ketidakcocokan gaji dengan tugas yang dibebankan kepada guru mungkin juga menjadi alasan bagi  mereka  sehingga kurang optimal dalam menjalankan perannya. Namun, satu hal yang pasti gaji bukanlah alasan utama sehingga peranan guru tidak optimal  dalam menyelenggarakan tujuan pendidikan nasional.
            Kompetensi seorang guru sangat di pengaruhi oleh hasil belajarnya ketika berada di masa pendidikan sebelum menjadi seorang guru terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalisme. Dewasa ini pendidikan terakhir untuk bisa menjadi seorang guru adalah jurusan pendidikan mata pelajaran tertentu dibangku kuliah. Bekal menjadi seorang guru memang disiapkan sepenuhnya oleh pihak perguruan tinggi. Tapi, apakah bekal yang disiapkan bagi para calon guru sebanding dengan kemampuan atau kempetensi dasar  mahasiswa  ketika diseleksi untuk menjadi mahasiswa calon guru?. Mengingat passinggrade (standard kelulusan) jurusan pendidikan  ketika memasuki perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN sangatlah jauh berselisih jika dibandingkan dengan jurusan lain yang bukan kependidikan. Berdasarkan cara penyeleksian  ini, tentulah orang-orang yang masuk kedalam jurusan kependidikan memiliki kompetensi yang cukup rendah dibandingkan dengan  orang-orang yang masuk kedalam jurusan nonkepandidikan seperti jurusan teknik dan kedokteran. Sementara mahasiswa calon guru adalah calon pelaku utama suksesnya tujuan pendidikan nasional.

Seperti ungkapan seorang dosen sebuah universitas di sumatera utara “layaklah output suatu universitas berbeda dengan output universitas lain karena memiliki input yang berbeda”. Jadi layaklah jurusan yang memiliki calon mahasiswa dengan passinggrade tinggi  memiliki ouput yang lebih kompeten di bandingkan dengan  output jurusan  yang memiliki  passinggrade lebih rendah seperti  jurusan kependidikan.  Secara tidak langsung, sudah jelas bahwa orang-orang yang berasal dari jurusan kependidikan memiliki kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan tamatan jurusan nonkependidikan.   Sementara orang-orang dikalangan  yang memiliki kompetensi yang rendah menjadi pelaku utama terselenggaranya  tujuan pendidikan nasional untuk kemajuan bangsa dan negara.  Jadi bukanlah guru mencari cari alasan untuk tidak mampu  memikul beban dan tugas yang diberikan pemerintah  karena pada dasarnya kompetensi yang dimiliki guru tidak sebanding dengan tugas dan perannya dalam visi dan misi pandidikan nasional.

Artikel Opini : Wiro Naibaho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar