Beban Guru ; ”Tomat
Berbuah Semangka”
Kebijakan pendidikan bukan hal yang baru
lagi dalam dunia pendidikan Indonesia. Sudah banyak kebijakan yang telah di
selenggarakan oleh pemerintah mulai dari standarisasi, professionalisme pendidikan
dan perubahan kurikulum dari kabinet ke
kabinet oleh pemerintah pusat. Hal terkini adalah kebijakan pendidikan yang
semula dilakukan secara sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi, yang
menekankan bahwa pengambilan kebijakan pendidikan berpindah dari pemerintah
pusat (top gaverment) ke pemerintah
daerah (district government) yang
berpusat di pemerintah kota dan kabupaten. Kebijakan ini berjalan dengan
iringan kurikulum yang saat ini di terapkan di dunia pendidikan Indonesia yaitu
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kebijakan pendidikan ini tentunya
adalah suatu upaya yang sudah dipikirkan secara matang oleh pihak-pihak yang
berwenang dalam pengambilan kebijakan tersebut. Sungguhlah hal yang luar biasa
ketika suatu kebijakan pendidikan selalu ada ditengah perjalan roda pendidikan
kita. Namun kenapa hasil dari yang segitu banyaknya kebijakan tidak pernah bisa
terlihat hasilnya secara optimal. Realitanya, kita bisa melihat sendiri
bagaimana kondisi pendidikan bangsa kita
hingga desawa ini, secara khusus jika dibandingkan dengan dunia pendidikan bangsa
lain.
Sebagai objek sorotan utama oleh pihak pemerintah didalam pengambilan
setiap kebijakan salah satunya adalah guru sebagai pelaku utama pendidikan. Dimana
dalam pengimplementasian kurikulum yang saat ini diterapkan berpusat kepada kemandirian guru dan kepala sekolah untuk mengkaji dan
memahami standard nasional pendidikan, serta menerapkannya dalam pembelajaran. Untuk menunjang program ini, pemerintah
menyelenggarakan sertifikasi guru, diklat dan bahkan pembuatan suatu karya
tulis ilmiah sebagai sarana bagi guru untuk menaikkan golongan sebagaimana
halnya diberlakukan. Sukses tidaknya
implementasi kurikulum ini sangat dipengaruhi
oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan
kurikulum tersebut dalam pembelajaran. Dimana kemampuan guru tersebut terutama
berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap implementasi kurikulum,
serta tugas yang di bebankan kepadanya. Guru sebagai suatu professi dituntut
menjalankan peranannya sebagaimana KTSP memposisikan guru sebagai
motivator, mediator, dan fasilitator pembelajaran. Guru juga harus memiliki kompetensi dasar layaknya seorang pendidik dalam menjalankan perannya sebagai agen
pembelajaran.
Kompetensi guru sebagai suatu modal
utama seorang guru dalam melaksankan perannya sebagai pelaku
pendidikan, apakah mampu menerapkan visi
dan misi kurikulum pendidikan kita?. Jika mampu mengapa tujuan pendidikan
nasional belum bisa tercapai secara optimal sebagaimana KTSP telah
merencanakannya?. Jika tidak mampu, yang menjadi alasan utama adalah kompetensi
guru yang belum sepenuhnya di miliki oleh guru sekalipun sudah melewati program
sertifikasi guru, diklat dan mungkin program lain yang berkaitan dengan
pembinaan pelaku pendidikan. Layaknya manusia biasa guru pun selalu mengeluh
dengan tuntutan kompetensi yang harus dimilikinya untuk menjalankan perannya
sebagai pelaku pendidikan. Jadi, tidak salah lagi kalau guru dan tugasnya ibarat tomat yang berbuah semangka. Tugas dan
tuntutan tidak sebanding dengan kompetensi yang dimilikinya. Ketidakcocokan
gaji dengan tugas yang dibebankan kepada guru mungkin juga menjadi alasan
bagi mereka sehingga kurang optimal dalam menjalankan
perannya. Namun, satu hal yang pasti gaji bukanlah alasan utama sehingga peranan
guru tidak optimal dalam menyelenggarakan
tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi seorang guru sangat di
pengaruhi oleh hasil belajarnya ketika berada di masa pendidikan sebelum
menjadi seorang guru terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalisme.
Dewasa ini pendidikan terakhir untuk bisa menjadi seorang guru adalah jurusan
pendidikan mata pelajaran tertentu dibangku kuliah. Bekal menjadi seorang guru
memang disiapkan sepenuhnya oleh pihak perguruan tinggi. Tapi, apakah bekal
yang disiapkan bagi para calon guru sebanding dengan kemampuan atau kempetensi
dasar mahasiswa ketika diseleksi untuk menjadi mahasiswa
calon guru?. Mengingat passinggrade
(standard kelulusan) jurusan pendidikan
ketika memasuki perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN sangatlah jauh
berselisih jika dibandingkan dengan jurusan lain yang bukan kependidikan.
Berdasarkan cara penyeleksian ini,
tentulah orang-orang yang masuk kedalam jurusan kependidikan memiliki
kompetensi yang cukup rendah dibandingkan dengan orang-orang yang masuk kedalam jurusan
nonkepandidikan seperti jurusan teknik dan kedokteran. Sementara mahasiswa
calon guru adalah calon pelaku utama suksesnya tujuan pendidikan nasional.
Seperti ungkapan seorang dosen sebuah
universitas di sumatera utara “layaklah output suatu universitas berbeda dengan
output universitas lain karena memiliki input yang berbeda”. Jadi layaklah
jurusan yang memiliki calon mahasiswa dengan passinggrade tinggi memiliki
ouput yang lebih kompeten di bandingkan dengan
output jurusan yang memiliki passinggrade
lebih rendah seperti jurusan
kependidikan. Secara tidak langsung,
sudah jelas bahwa orang-orang yang berasal dari jurusan kependidikan memiliki
kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan tamatan jurusan
nonkependidikan. Sementara orang-orang
dikalangan yang memiliki kompetensi yang
rendah menjadi pelaku utama terselenggaranya
tujuan pendidikan nasional untuk kemajuan bangsa dan negara. Jadi bukanlah guru mencari cari alasan untuk
tidak mampu memikul beban dan tugas yang
diberikan pemerintah karena pada
dasarnya kompetensi yang dimiliki guru tidak sebanding dengan tugas dan
perannya dalam visi dan misi pandidikan nasional.
Artikel Opini : Wiro Naibaho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar